blog mihardi77

blog mihardi77

Selasa, 18 Januari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN HEMODIALISA

A. DEFINISI
Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381).
Hemodialise adlah pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semi permiable ( alat dialysis) ke dalam dialisat. ( Tisher, C. C, dkk .1997)
Hemodialisa adalah difusi pertikel larut dari satu kempartemen cairan ke kompatemen lain melewatai membran semipermeabel ( Hudak, M. C. 1996 : 39).
Dialisa adalah suatu proses pembuangan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membran semipermiabel, berdasarkan prinsip difusi osmosis dan aultrafiltrasi ( engram, B. 1998 : 164).
Hemodialisa adlah lintasan darah melalui sel;ang dari luar tubuh ke ginjal buatan dimana pembuangan kelebihan zat terlarut can cairan terjadi ( Engram. B. 1998 : 164)

B. ETIOLOGI
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. PATOFISIOLOGI
Terjadi gagal ginjal, ginjal tidak bisa melaksanakan fungsinya faktor-fkator yang harus dipertimbangkan sebelum melaui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien.
Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-gejala.
Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.



E. TERAPI DIALISIS
1. Sebagai ginjal buatan dan pada prinsipnya adalah meningkatkan pgendealian oleh model kinetik urea.
2. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatin, dan asam urat.
3. membuang kelebihan air dengan mempengaruhitekanan bending antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif ( penghisap ) dalam kompartemen dialisat ( ultrafiltrasi ).
4. Mempertahankan / mengembalikan ssytem buffer tubuh.

F. PROSEDUR DIALISA
Alat
Alat-alat dialisis dibuat serabut berlekuk-lekuk dan piringan paralel. Kompsisinya terdiri 10.000 serabut berdiameter kecil dimana darah bersirkulasi melaui serabut serabut tersebut.
Piringan paralel terdiri dari lempengan-lempengan membran, disusun secara paralel yang membentuk kompartemen untuk darah dan dialisat.
Bahan yang digunakan :
- Kuprotan, selulosa asetat, dan beberapa kopolimer sintesis berlubang-lubang kecil ( poliakrilonitril), polimetil-mettakrilat dan polisulfon.
- Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system sialysis meliputi :
• Pompa darah
• Pompa infus untuk pemberian heparin
• Alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh, bila terjadi ketdakamanan, konsentrasi dialisa,
• perubahan tekanan , udara, dan bocoran darah.
- System dialisis terbaru terdiri aras unit tunggal yang mencagkup alat pelepasan dialisat dan komponen untuk memonitor darah.




F. PROSEDUR PEMASANGAN
Tingkat kompleksitas masalah-masalah yang timbul selama hemodialisa akan beragam diantara pasien-pasien, yang meliputi tahap penyakit, masalah-masalah lain, keseimbangan cairan dan elektrolit, nilai-nilai laboratorium, remuan klinis lain, respon terhadap tindakan dialysis sebelumnya, status emosional dan observasi.

Prosedur
Setelah pengkajian pra dialysis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan perlatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis.
Akses ke system sirkulasidi capai melaui satu beberapa pilihan-pilihan fitsula atau tandur arteriovenosa ( AV ) atau kateter hemodialisis dua lumen.
Dua jarum berlubang besar ( diameter 15/16 ) dibutuhkan untuk mengkanulasi fitsula atau tandur AV.
Kateter dua lumen yang di pasang baik pada vena subklavia, jugularis interna atau femoralis, harus di buka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vesculae telah di tetapkan, darah mulai mengalir di bantu oleh pompa darah> Bagian sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial” keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalam nya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum arterial di letakan paling dekat dengan anastomis AV pada fitsula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang diklep selalu di hubungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dan pasien dapat di klem sementara cairan normal salin yang diklem di buka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Transfusi darah dan plasma ekspander juga dapat di sambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan di biarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah tergantung perlalatan yang digunakan.
1. Diliser adalah komponen paling penting selanjutnya dari sirkuti. Darah mengalir kedalam kempartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara pada kondisi seperti ini setiap obat-obat yang akan di berikan pada dialysis diberikan melaui port obat-obatan. Penting untuk di ingat bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obat ditunda pemberiannya sampai dialsys selesai kecuali memang di perintahkan lain.
2. Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien mel;aui “venosa” atau selang posdialiser. Setelah waktu tindakan yang di resepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang cairan normal salin, dan membilas sirkuit untuk menegmbalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialysis kronik sering membeli perlatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus dikuti teliti sepanjang tindakan dialisis karena pemanjanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

G. KOMPOSISI DIALISAT
Konsentrasi glukosa standar dari dialisat adalah 200 mg/dl. Komsentrasi natrium dan kalsium diresepkan pada situasi klinis tertentu. Irigasi rendah kalsium dapat digunakan pada terapi hiperkalasemia akut dan kronik.
Dapar basa dialisat dapat berupa asetat ataupun bikaebonat. Pada keadaan tidak bekerjanya fungsi hati, asetat diubah mol menjadi bikarbonat. asetat dapat menyebabkan hipotensi, depresi miokardium, nausea, muntah dan sakit kepala. Dialisis bikarbonat walaupun lebih mahal biasanya dapat mencegah gejala – gejala tersebut.Tindakan ini merupakan terapi pilihan pada pasien dengan gangguan pernafasan, ketidakstabilan hemodinamika, penyakit hati dan asidosis metabolicberat, dan pada pasien yang menjalani dialisis aliran cepat.
hemodialisa mencakup shunting / penglihatan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kembali ke sirkulasi pasien.
Sekarang ada 4 cara utama agar masuk ke aliran darah pasien ini terdiri dari :
1. Fistula aeteriola vena
2. Eksternal arteriovenus shunt arus arteriovena eksternal.
3. Kateterisasi vena femoral
4. Kateterisasi vena subklavia

H. PROSEDUR DIALISIS PERITONEAL
1. Siapkan pasien untuk pemasangan kateter dan prosedur dialisis dengan memberikan penjelasan tentang prosedur secara menyeluruh, formulir ijin tindakan di tandatangani sesuai kebijakan rumah sakit.
2. Kandung kemih harus dikosongkan tepat sebelum prosedur untuk menghindari kecelakaan tusukan trokar.
3. Pasien dapat menerima obat pra operasi untuk meningkatkan relaksasi selama tidur.
4. Cairan pendialisis dihangatkan sampai sushu tubuh atau sedikit hangat, menggunakan alat yang dibuat khusus umtuk tujuan ini tidak dianjurkan menghangatkan dilisis peritonial dalam oven gelombang mikro karena penghangatan cairan ridak sama dan inkonsistensi dari satu oven gelombang.
5. TTV dasar seperti suhu, nadi, pernafasan dan berat badan dicatat. Sebuah tempat tidur berskala sangat ideal untuk mementau berat badab pesien dengan sering dan karenanya haeus digunakan bila memungkinkan. Memindahkan pasien letargi atau disorientasi pada temapt tidur berskala akan menimbulakan masalah seperti perubahan lrtak kateter.
6. Dilakukan pengkajian fisik abdomen atau trauma sebelum pemasangan kateter.
7. Instruksi khusus tentang pembuangan cairan, penggantian dan pemberian obat harus ditulis dokter sebelum prosedur.

I. TEKNIK
1. Dengan kondisi steril, insisi kecil garis median dibuat dibawah umbilikus.
2. Trokar dimasukkan melalui insisi kedalam rongga peritonial, obturator di lepaskan kateter dilepaskan.
3. Cairan dialisis mengalir kedalam rongga abdomen melalui gaya gravitasi secepat mungkin ( 5 – 10 menit ) bila mengalirnya terlalu lambat mungkin perlu dikateterisasi.
4. Saat larutan di infuskan selang diklem, dan larutan dibiarkan dalam rongga abdomen selama 30 – 45 menit.
5. Botol larutan / kantong diletakkan dibawah rongga abdomen, dan dialirkan keluar rongga abdomen oleh gaya gravitasi.
6. Bila sistemnya paten dan letak kateternya baik larutan akan mengalir keluar dengan baik dan mengalir kuat, drainase harus berlangsung lebih daei 20 menit.
7. Siklus ini diulang secara kontinyu selama waktu yang telah ditentukan yang bervariasi dari 12 – 36, tergantung pada tujuan pengobatan kondisi pasien dan ketetapan fungsi sistem.
8. Harus digunakan sarung tangan selama menanganinya.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi teknis
1. Pemulihan cairan tidak sempurna
Cairan yang keluar harus berbanding /lebih banyak dari gairan yang dimasukkan kemasan preparat dialysis komersial berisi 1000 – 2000 lm cairan bila sete;ah beberapa kali pertukaran volume yang dikeluarkan kurang ( sampai 500 ml lebih ) dari jumlah yang dimasukkan,harus evaluasi tanda – tanda retensi cairan meliputi distensi abdomen / keluhan begah. Indikasi yang paling akurat tentang jumlah cairan yang terkumpul kembali adalah berat badan,bila cairan keluar dengan lambat,ujung kateter mungkin terbenam dalam omentum / tersumbat fibrin.
2. Kebocoran disekitar kateter
Kebocoran superficial setelah operasi dapat dikontrol dengan penjahitan ekstra dan mengurangi jumlah dialisat yang dimasukkan dalam peritoneal.Peningkatan tekanan intra abdomen juga menyebabkan kebocoran dialisat,oleh karena itu harus dihindari terjadinya muntah kontinyu, batuk, dan gerakan selama periode awal pasca operasi.



3. Cairan peritoneal bersemu darah
Warna ini ditemukan pada awal aliran keluar tetapi harus bersih setelah beberapa waktu.Perdarahan banyak setiap waktu merupakan indikasi masalah yang serius dan harus diselidiki dengan cepat.

Komplikasi fisiologis
1. Hipotensi
2. Kram otot
3. Sindrom ketidak seimbangan dialysis
4. Hipoksemia
5. Aritmia
6. Perdarahan
7. Nyeri


K. Pengkajian
1. Sebelum dialisa
a. Tinjau kembali catatan medis untuk menentukan alas an perawatan di rumah sakit.
 Ketidakpatuhan terhadap rencana tindakan.
 Fistula tersumbat bekuan.
 Pembuatan fistula.
b. Menanyakan tipe diet yang digunakan dirumah,jumlah cairan yang diijinkan, obat – obatan yang saat ini digunakan, jadwal hemodialisa, jumlah haluaran urin.
c. Kaji kepatenan fistula bila ada. Bilapaten, getaran ( pulsasi ) akan terasa desiran akan terdengar dengan stetoskop di atas sisi. Tak adanya pulsasi dan bunyi desiran menandakan fistulatersumbat.
d. Kaji terhadapmanifestasi klinis dan laboratorium tentang kebutuhan tentang dialisa :
 Peningkatan berat badan 3 pon / lebih diatas berat badan pada tindakan dialisa terakhir.
 Rales, pernafasan cepat pada saat istirahat,peningkatan sesak nafas dengan kerja fisik maksimal.
 Kelelahan dan kelemahan menetap.
 Hipertensi berat
 Peningkatan kreatinin, BUN, dan elektrolit khususnya kalium.
 Kemungkinan perubahan EKG pada adanya hiperkalemia.

2. Sesudah dialisa
 Kaji terhadap hipotensi dan perdarahan. Volume besar dari pembuangan cairan selama dialisa dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik dengan menggunakan anti koagulan selama tindakan menempatkan pasien pada resiko perdarahan dari sisi akses dan terhadap perdarahan internal.

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan b.d efek ultrafiltrasi selama dialysis:
a. Kaji TTV : BB, masukan dan haluaran pradialisis.
b. Kaji derajat penumbunan cairan dalam jaringan pradialisis.
c. Tentukan ketepatan derajat dan ketepatan ultrafiltrasi untuk tindakan.
d. Berikan cairan pengganti sesuai instruksi dan indikasi.
e. Periksa kadar kalsium, natrium, kalium, CO2 pradialisis.

2. Kurang pengetahuan b.d penyakit dan kebutuhan untuk dialysis
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang fungsi ginjal dan alas an dialysis.
b. Kaji kesiapan untuk belajar.
c. Berikan informasi yang sesuai untuk kesiapan dan kemampuan belajar termasuk alas an pasien kehilangan fungsi ginjal: tanda dan gejala yang b.d kehilangan fungsi ginjal.
d. Berikan dorongan untuk mengungkapkan perasaan takut dan ansietas.
3. Ketidakberdayaan b.d perassan kurang kontrol,ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit.
a. Mendiskusikan perasaan pasien,meyakinkan bahwa perasaan tersebut normal.
b. Beri dukungan pasien dan keluarga.
c. Bantu pasien untuk tetap terorientasi terhadap realitas,untuk tetap optimis bahwa fungsi ginjal akan pulih normal bila keadaannya memungkinkan.

4. Resiko tinggi untuk cidera b,d akses vascular dan komplikasi sekunder terhadap penusukan dan pemeliharaan akses vascular, emboli udara,ketidaktepatan konsentarsi / suhu dialisat.
a. Mempertahankan lingkungan steril selama pemasukan kateter.
b. Melakukan radiografi dada setelah pemasukan kateter kevena subklavia.
c. Amati tanda pneumothorak, ketidakteraturan jantung, perdarahan hebat, dan periksa bunyi nafas bilateral.
d. Ganti balutan kateter secara rutin sesuai kebijakan unit.
e. Pastikan bahwa detektor udara telah terpasang dan berfungsi baik selama dialisis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar