Home Care secara sederhana dapat dikemukakan sebagai “Perawatan pasien /klien dirumah”. Suharyati (1998), mengutip Habbs and Perin (1985) mengemukakan Home care sebagai Family and or Professionally Provided Health Care and Related service delivered in the home environment. Dua jenis pasar yang dominan dari home care adalah klien dengan kondisi paska akut dan klien dengan kondisi ketidakmampuan tertentu (disable) dan atau dengan kondisi penyakit kronis (Dochterman & Grace, 2001).
Home care merupakan area yang bukan saja menjadi fokus perhatian profesi keperawatan tetapi juga profesional dan pengelola kesehatan lainnya. Karena adanya kebutuhan akan kesinambungan asuhan (Continuity of care), dan integrasi home care sebagai komponen penting dalam sistem jaringan RS -Komunitas. Melalui layanan dan aktifitas Home care, klien dengan kondisi paska akut dan disable atau dengan kondisi penyakit kronis tidak lagi perlu menjalani hospitalisasi sehingga Staf profesional RS secara efisien dikonsentrasikan untuk penanganan kondisi akut, klien dan lingkungannya diberdayakan untuk turut ambil bagian dalam upaya proses pemulihan ataupun melakukan upaya-upaya prevensi sekunder dan tersier, bantuan profesional diberikan sesuai dengan porsi dan kebutuhan.
Dengan demikian, secara logis RS dapat lebih menyediakan tempat bagi yang membutuhkan, rata-rata jumlah klien rawat berkurang dan biaya hospitalisasi yang harus ditanggung klien jadi lebih kecil
Joel A. Lucille dalam Dochterman & Grace (2001) melalui artikelnya ….Moving Care from Hospital to home mengemukakan: Pengelolaan home care dapat dilakukan bervariasi baik dalam struktur, penyandang dana maupun “Auspies” , al. Hospital based HC (melekat/bagian dari fungsi RS), agen penyedia layanan home care (Swasta, for profit) ataupun perhimpunan profesi.
Hospital Based Home Care program memainkan peran penting bagi RS untuk memberikan pelayanan kebutuhan kesehatan bagi komunitas dan menjadikan kesinambungan pelayanan (Continuum of Hosptal care), selain merupakan strategi diversifikasi RS untuk kolaborasi, kondisi dan membangun jaringan dengan penyedia layanan lain sehingga mengurangi duplikasi layanan tertentu dan membangun “Community Helath Partnership” ,(Lerman & Linne), 1993).
Faktor-faktor yang dapat menunjang ekspansi pelayanan RS ke Home Care antara lain (Lerman & Line, 1993), :
Kebutuhan terhadap Continuity of Care dan integrasi home care sebagai komponen penting dalam sistem jaringan pelayanan RS – Komunitas.
Diterimanya home care baik oleh penyedia layanan maupun konsumen.
Berkurangnya Length of stay, cost –Saving
Berbagai teknologi dan teknik asuhan dimungkinkan pelaksanaannya dirumah secara lebih efektif.
Home care memang bukan menjadi aktifitas utama RS, ini berbeda dengan agensi yang memang bisnis utamanya mengelola home care, akan tetapi melalui Hospital –based home care :
Akses langsung kepada dokter yang merujuk dan menangani pasien serta potensial pasien mudah dilakukan.
Daya dukung finansial dari suatu organisasi besar tersedia untuk membantu mengatasi masalah temporer Cash – flow pada fase awal.
Kemudahan / keuntungan dalam menjamin managed care melalui proses kolaborasi dan integrasi pelayanan.
Kebutuhan pasien akan pelayanan secara komprehensif dapat dipenuhi.
Kesinambungan asuhan dan adanya kontrol internal terhadap biaya, kualitas dan akses pelayanan.
Length of Stay akan ter-manage secara lebih efektif.
Ada peluang untuk meningkatkan pendapatan RS.
Studi yang dilakukan AHA (The American Hospital Association) menyebutkan bahwa tahun 1993, 27% dari total penerimaan RS berasal dari pasar Ambulatory Care termasuk home care dan pada saat itu, tahun 1995 diproyeksikan Home Care memberi kontribusi hampir 50% total penerimaan RS.
Temuan penelitian lain mengemukakan bahwa home care menurunkan total biaya kesehatan per episode rawat. Peneltian Lewin (1991) dalam Lerman & Linne (1993), menyebut bahwa “Using home care in combination with inpatient treatment is less costly in all cases than simply using in patient treatment. When the cost benefit analysis includes a quality – of life factor, combination in patient / home therapy has even greater savings .
Penelitian lain yang dilakukan oleh Farrero et.al. (2001) tentang dampak Hospital Based Home Care program pada manajemen pasien COPD yang menjalani Long – term oxygen therapy didapatkan bahwa terhadap sebanyak 94 pasien yang menjalani program selama satu tahun periode follow up (47 orang dalam HCP group, 47 orang kelompok kontrol), terdapat tingginya penurunan kunjungan pada Departemen Gawat darurat secara signifikan (P=0.0001) dan berkurangnya pasien yang dirawat secara signifikan (p 0.001) serta menurunnya hari rawat (p: 0.01). Dari sisi analisa biaya rawat, hasil penelitian memperlihatkan total penghematan 40.823 pada HCP group, terutama karena menurunnya penggunaan Sumber daya rumah sakit. Secara umum studi ini menyimpulkan Hospital – based home care” merupakan alternatif yang efektif terhadap perawatan pasien di RS.
by. mihardi_77@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar