BAB I
PENDAHULUAN
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
PENDAHULUAN
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.Definisi
Adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa.
2.Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan.Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.
3.Patogenesis
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
4.Manifestasi Klinis
Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) Corynebacterium diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis. Faktor-faktor lain termasuk umur, penyakit sistemik penyerta dan penyakit-penyakit pada daerah nasofaring yang sudah ada sebelumnya. Masa tunas 2-6 hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Demam jarang melebihi 38,9o C dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokasi penyakit diphtheria.
a)Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
b)Diphtheria Tonsil-Faring
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
c)Diphtheria Laring
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala obstruksi saluran nafas atas.
d)Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
5.Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun organ lainnya:
a)Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
b)Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
c)Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
d)Kerusakan ginjal (nefritis).
6.Diagnosis
Diagnosis pasti dengan isolasi Corynebacterium diphtheriae dengan pembiakan pada media Loeffler dilanjutkan dengan tes toksinogenesitas secara vivo (marmut) dan vitro (tes Elek).
7.Pengobatan/ Terapi
Tujuan mengobati penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi Corynebacterium diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria.
a)U m u m :
Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan serta diit yang adekuat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
b)K h u s u s :
1).Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita, dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
2).Antimikrobial
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi bisa diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3).Kortikosteroid
kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4).Pengobatan penyulit
Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
5).Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick negatif tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu. Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi/adenoidektomi.
8.Pencegahan
a)Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
b)Khusus
Terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK
DENGAN DIFTERI
I.Pengkajian
1.Biodata
Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa diatas 15 tahun
Suku bangsa : Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
Tempat tinggal : Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang kurang
2.Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalau tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia, lemah
3.Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia
4.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
5.Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
6.Pola Fungsi Kesehatan
aPola nutrisi dan metabolisme
Jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoraksia
bPola aktivitas
Klien mengalami gangguan aktivitas karena malaise dan demam
cPola
istirahat dan tidur
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
dPola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
II.Pemeriksaan Fisik
aTTV
Nadi : meningkat
TD : menurun
RR : meningkat
Suhu : kurang dari 38°C
bInspeksi : lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
cAuskultasi : nafas cepet dan dangkal
III.Pemeriksaan Penunjang
apemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.
bUntuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
IV.Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :
a. biakan hidung dan tenggorok
b. seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diphtheria.
Hasil Kultur
Test Shick
Tindakan
-
-
Bebas isolasi
+
-
Pengobatan carrier
+
+, gejala (-)
ADS + Penisilin
-
+
Toksoid
VI.Diagnosa Keperawatan
1.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Intervensi
1.Diagnosa
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Tujuan : Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil
a.Klien dapat meningkat berat badan sesuai tujuan
b.Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
1).Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
2).Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Pasien cenderung mengalami luka dan atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoraksia
3).Berikan makanan sedikit dan sering
Meningkatkan asupan nutrisi
4).Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi
5).Timbang berat badan sesuai indikasi
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
6).Jaga keamanan saat memberikan makanan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat selang NGT
Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
7).Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
8).Kolaborasi dengan ahli gizi
Untuk mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)
REFERENSI
1.Carpenito, Lynda Juall (2001). Buku Saku : Diagnosa Keperawatan edisi : 8 penterjemah Monica Ester. EGC. Jakarta
2.Doengoes E Marlynn, dkk (1999) Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester. EGC. Jakarta
3.http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-vwmu278.htm
4.http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=930&idktg=19&idobat=&UID=2007051414570061.5.100.19
Klien mengalami sesak nafas sehingga mengganggu istirahat dan tidur
dPola eliminasi
Klien mengalami penurunan jumlah urin dan feses karena jumlah asupan nutrisi kurang disebabkan oleh anoreksia
II.Pemeriksaan Fisik
aTTV
Nadi : meningkat
TD : menurun
RR : meningkat
Suhu : kurang dari 38°C
bInspeksi : lidah kotor, anoreksia, ditemukan pseudomembran
cAuskultasi : nafas cepet dan dangkal
III.Pemeriksaan Penunjang
apemeriksaan terhadap apus tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium.
bUntuk melihat kelainan jantung, bisa dilakukan pemeriksaan EKG.
IV.Penatalaksanaan
Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut terlampaui. Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :
a. biakan hidung dan tenggorok
b. seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diphtheria.
Hasil Kultur
Test Shick
Tindakan
-
-
Bebas isolasi
+
-
Pengobatan carrier
+
+, gejala (-)
ADS + Penisilin
-
+
Toksoid
VI.Diagnosa Keperawatan
1.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Intervensi
1.Diagnosa
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia
Tujuan : Meningkatkan nafsu makan sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil
a.Klien dapat meningkat berat badan sesuai tujuan
b.Klien tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
1).Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan
2).Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan
Pasien cenderung mengalami luka dan atau perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dimana menambah anoraksia
3).Berikan makanan sedikit dan sering
Meningkatkan asupan nutrisi
4).Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi
5).Timbang berat badan sesuai indikasi
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
6).Jaga keamanan saat memberikan makanan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat selang NGT
Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi
7).Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan
8).Kolaborasi dengan ahli gizi
Untuk mengidentifikai kebutuhan kalori (nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, dan keadaaan penyakit)
REFERENSI
1.Carpenito, Lynda Juall (2001). Buku Saku : Diagnosa Keperawatan edisi : 8 penterjemah Monica Ester. EGC. Jakarta
2.Doengoes E Marlynn, dkk (1999) Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3 penterjemah Monica Ester. EGC. Jakarta
3.http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-vwmu278.htm
4.http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?id=&iddtl=930&idktg=19&idobat=&UID=2007051414570061.5.100.19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar