Kebanyakan
dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi
tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh
yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu
dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi
atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan
keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan
untuk mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Dan
tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta
juga dapat mengurangi stress psikis.
Dengan
bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga juga
mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan
metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada
akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau
melatih kembali otot-otot dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar
pikiran dan mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja
berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik. Pengaruh latihan pasca
pembedahan terhadap masa pulih ini, juga telah dibuktikan melalui penelitian
penelitian ilmiah. Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 8 jam setelah pembedahan,
tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh dapat digerakkan kembali
setelah dilakukan pembiusan regional.
Pada
saat awal, pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan
menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan,
mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga
menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan. Pada 12 sampai 24 jam
berikutnya atau bahkan lebih awal lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik
bersandar maupun tidak dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan
kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari
kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar atau bangsal
dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa
berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya berjalan
sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang tetap terjaga.
Bergerak
pasca operasi selain dihambat oleh rasa nyeri terutama di sekitar luka operasi,
bisa juga oleh beberapa selang yang berhubungan dengan tubuh, seperti; infus,
cateter, pipa nasogastrik (NGT=nasogastric tube), drainage tube, kabel monitor
dan lain-lain. Perangkat ini pastilah berhubungan dengan jenis operasi yang
dijalani. Namun paling tidak dokter bedah akan mengintruksikan susternya untuk
membuka atau melepas perangkat itu tahap demi tahap seiring dengan perhitungan
masa mobilisasi ini. Untuk operasi di daerah kepala, seperti trepanasi, operasi
terhadap tulang wajah, kasus THT, mata dan lain-lain, setelah sadar baik, sudah
harus bisa menggerakkan bagian badan lainnya. Akan diperhatikan masalah jalan
nafas dan kemampuan mengkonsumsi makanan jika daerah operasinya di sekitar
rongga mulut, hidung dan leher. Terhadap operasi yang dikerjakan di daerah
dada, perhatian utama pada pemulihan terhadap kemampuan otot-otot dada untuk
tetap menjamin pergerakan menghirup dan mengeluarkan nafas. Untuk operasi di
perut, jika tidak ada perangkat tambahan yang menyertai pasca operasi, tidak
ada alasan untuk berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan
kapan diit makanan mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi yang menyentuh
saluran pencernaan. Yang luka operasinya berada di areal punggung, misalnya
pada pemasangan fiksasi pada tulang belakang, kemampuan untuk duduk sedini
mungkin akan menjadi target dokter bedahnya. Sedangkan operasi yang melibatkan
saluran kemih dengan pemasangan cateter dan atau pipa drainage sudah akan
memberikan keleluasaan untuk bergerak sejak dua kali 24 jam pasca operasi.
Apalagi operasi yang hanya memperbaiki anggota gerak, seperti operasi patah
tulang, sudah menjadi kewajiban pasien untuk menggerakkan otot dan persendian
di sekitar areal luka operasinya secepat mungkin.
Sekali
lagi, penjelasan di atas diperuntukkan bagi penderita yang menjalani operasi
yang memerlukan rawat inap, sudah sadar baik, tidak terganggu keseimbangan
cairan dan elektrolitnya dan terlepas dari beban psikis atau subyektifitas rasa
nyeri seseorang, beberapa jam pasca operasi. Berbeda dengan pasien yang dirawat
di ruang intensif yang memerlukan monitoring ketat. Masa dan cara mobilisasinya
tentu sudah diatur dan dikerjakan oleh tenaga medis. Begitu juga sebaliknya,
operasi dengan teknik minimal invasif akan memberikan keunggulan dalam hal
mobilsasi. Pasien akan bisa lebih cepat dan leluasa bergerak pasca pembedahan.
Jika
demikian, bukan menjadi alasan lagi kalau luka operasi akan terhambat sembuhnya
bila dibawa beraktifitas biasa. Dan siapa bilang pasca operasi tidak boleh
bergerak…?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar